Jumat, 18 Oktober 2013

Keseimbangan Hidup


Dikisahkan, suatu hari ada seorang anak muda yang tengah menanjak karirnya tapi merasa hidupnya tidak bahagia. Istrinya sering mengomel karena merasa keluarga tidak lagi mendapat waktu dan perhatian yang cukup dari si suami. Orang tua dan keluarga besar, bahkan menganggapnya sombong dan tidak lagi peduli kepada keluarga besar. Tuntutan pekerjaan membuatnya kehilangan waktu untuk keluarga, teman-teman lama, bahkan saat merenung bagi dirinya sendiri.
Hingga suatu hari, karena ada masalah, si pemuda harus mendatangi salah seorang petinggi perusahaan di rumahnya. Setibanya di sana, dia sempat terpukau saat melewati taman yang tertata rapi dan begitu indah.
"Hai anak muda. Tunggulah di dalam. Masih ada beberapa hal yang harus Bapak selesaikan," seru tuan rumah. Bukannya masuk, si pemuda menghampiri dan bertanya, "Maaf, Pak. Bagaimana Bapak bisa merawat taman yang begitu indah sambil tetap bekerja dan bisa membuat keputusan-keputusan hebat di perusahaan kita?"
Tanpa mengalihkan perhatian dari pekerjaan yang sedang dikerjakan, si bapak menjawab ramah, "Anak muda, mau lihat keindahan yang lain? Kamu boleh kelilingi rumah ini. Tetapi, sambil berkeliling, bawalah mangkok susu ini. Jangan tumpah ya. Setelah itu kembalilah kemari".
Dengan sedikit heran, namun senang hati, diikutinya perintah itu. Tak lama kemudian, dia kembali dengan lega karena mangkok susu tidak tumpah sedikit pun. Si bapak bertanya, "Anak muda. Kamu sudah lihat koleksi batu-batuanku? Atau bertemu dengan burung kesayanganku?"
Sambil tersipu malu, si pemuda menjawab, "Maaf Pak, saya belum melihat apa pun karena konsentrasi saya pada mangkok susu ini. Baiklah, saya akan pergi melihatnya."
Saat kembali lagi dari mengelilingi rumah, dengan nada gembira dan kagum dia berkata, "Rumah Bapak sungguh indah sekali, asri, dan nyaman." tanpa diminta, dia menceritakan apa saja yang telah dilihatnya. Si Bapak mendengar sambil tersenyum puas sambil mata tuanya melirik susu di dalam mangkok yang hampir habis.

Menyadari lirikan si bapak ke arah mangkoknya, si pemuda berkata, "Maaf Pak, keasyikan menikmati indahnya rumah Bapak, susunya tumpah semua".
"Hahaha! Anak muda. Apa yang kita pelajari hari ini? Jika susu di mangkok itu utuh, maka rumahku yang indah tidak tampak olehmu. Jika rumahku terlihat indah di matamu, maka susunya tumpah semua. Sama seperti itulah kehidupan, harus seimbang. Seimbang menjaga agar susu tidak tumpah sekaligus rumah ini juga indah di matamu. Seimbang membagi waktu untuk pekerjaan dan keluarga. Semua kembali ke kita, bagaimana membagi dan memanfaatkannya. Jika kita mampu menyeimbangkan dengan bijak, maka pasti kehidupan kita akan harmonis".
Seketika itu si pemuda tersenyum gembira, "Terima kasih, Pak. Tidak diduga saya telah menemukan jawaban kegelisahan saya selama ini. Sekarang saya tahu, kenapa orang-orang menjuluki Bapak sebagai orang yang bijak dan baik hati".
==============================================
Dapat membuat kehidupan seimbang tentu akan mendatangkan keharmonisan dan kebahagiaan. Namun bisa membuat kehidupan menjadi seimbang, itulah yang tidak mudah.
Saya kira, kita membutuhkan proses pematangan pikiran dan mental. Butuh pengorbanan, perjuangan, dan pembelajaran terus menerus. Dan yang pasti, untuk menjaga supaya tetap bisa hidup seimbang dan harmonis, ini bukan urusan 1 atau 2 bulan, bukan masalah 5 tahun atau 10 tahun, tetapi kita butuh selama hidup. Selamat berjuang!

Sumber : andriewongso.com
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya engerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.

- See more at: http://berita-berjamur.blogspot.com/2013/04/cerita-tentang-motivasi-kerja.html#sthash.jrsNnbSj.dpuf
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya engerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.

- See more at: http://berita-berjamur.blogspot.com/2013/04/cerita-tentang-motivasi-kerja.html#sthash.jrsNnbSj.dpuf
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya engerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.

- See more at: http://berita-berjamur.blogspot.com/2013/04/cerita-tentang-motivasi-kerja.html#sthash.jrsNnbSj.dpuf
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya engerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.

- See more at: http://berita-berjamur.blogspot.com/2013/04/cerita-tentang-motivasi-kerja.html#sthash.jrsNnbSj.dpuf
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut kepada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu, " katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya engerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik. Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang terbaik. Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya sekali saja dalam seumur hidup. Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya pastikan kita pun akan masuk dalam barisan kemenangan.

- See more at: http://berita-berjamur.blogspot.com/2013/04/cerita-tentang-motivasi-kerja.html#sthash.jrsNnbSj.dpuf

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda